Wakaf untuk orangtua = pahala berbakti kepada orang tua

Islam adalah agama yang unik, yang tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Allah (hablun minallah) namun juga mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia (hablun minannas). Hablun minannas yang pertama dan paling utama bagi setiap muslim adalah berbakti kepada orang tua, baru berbuat baik kepada tetangga dan saudara.

Banyak dalil yang menyebutkan bahwa pahala berbakti kepada orangtua sangat besar. Tidak tanggung-tanggung ada sepuluh keuatamaan dalam berbakti kepada orangtua. Berikut ini 10 keutamaan berbakti kepada orang tua berdasarkan hadits-hadits shahih yang diriwayatkan oleh bukhari dan muslim:

Pertama, amal yang paling utama. Berbakti kepada kedua orang tua merupakan salah satu amal yang paling utama. Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu ia berkata:

سَأَلْتُ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم أَىُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ الصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا . قَالَ ثُمَّ أَىُّ قَالَ ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ . قَالَ ثُمَّ أَىُّ قَالَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ

Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Amalan apa yang paling dicintai Allah?” Beliau menjawab, “Shalat pada waktunya.” Aku melanjutkan, “Kemudian apa?” Beliau menjawab, “Berbakti kepada kedua orang tua.” Lalu aku bertanya lagi, “Kemudian apa?” Beliau menjawab, “Berjihad di jalan Allah.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Kedua, bernilai jihad. Berbakti kepada orang tua senilai dengan jihad fi sabilillah. Sehingga pada beberapa hadits, beliau menganjurkan orang yang akan berjihad untuk berbakti kepada kedua orang tua. Dari Abdullah bin Ash ia berkata:

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم فَاسْتَأْذَنَهُ فِى الْجِهَادِ فَقَالَ أَحَىٌّ وَالِدَاكَ . قَالَ نَعَمْ . قَالَ فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ

Seorang laki-laki datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lalu meminta kepada beliau untuk berjihad. Maka beliau bersabda, “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?” ia menjawab, “Ya.” Beliau pun bersabda, “Maka bersungguh-sungguhlah dalam berbakti kepada keduanya.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Ketiga, berpahala hijrah. Berbakti kepada orang tua juga bernilai hijrah. Ada seseorang yang berniat berhijrah ke Madinah, lalu Rasulullah SAW memerintahkannya untuk tetap di negerinya dalam rangka berbakti kepada kedua orang tua.

أَقْبَلَ رَجُلٌ إِلَى نَبِىِّ اللَّهِصلى الله عليه وسلمفَقَالَ أُبَايِعُكَ عَلَى الْهِجْرَةِ وَالْجِهَادِ أَبْتَغِى الأَجْرَ مِنَ اللَّهِ.

قَالَ فَهَلْ مِنْ وَالِدَيْكَ أَحَدٌ حَىٌّ. قَالَ نَعَمْ بَلْ كِلاَهُمَا. قَالَ فَتَبْتَغِى الأَجْرَ مِنَ اللَّهِ. قَالَ نَعَمْ. قَالَ فَارْجِعْ إِلَى وَالِدَيْكَ فَأَحْسِنْ صُحْبَتَهُمَا

Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lalu berkata “Saya berbai’at kepadamu untuk berhijrah dan berjihad, aku mengharapkan pahala dari Allah.” Beliau bertanya, “Apakah salah satu orang tuamu masih hidup?” Ia menjawab, “Ya, bahkan keduanya masih hidup.” Rasulullah bertanya lagi, “Maka apakah kamu masih akan mencari pahala dari Allah?” Ia menjawab, “Ya.” Maka beliau pun bersabda, “Pulanglah kepada kedua orang tuamu lalu berbuat baiklah dalam mempergauli mereka.” (HR. Muslim)

MAU WAKAF ATAS NAMA ORANG TUA? Klik Link Ini

Keempat, surga di bawah kaki ibu. Ungkapan surga berada di bawah kaki ibu merupakan ungkapan yang bersumber dari hadits dan menunjukkan betapa luar biasa keutamaan berbakti kepada ibu.

أَنَّ جَاهِمَةَ جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَدْتُ أَنْ أَغْزُوَ وَقَدْ جِئْتُ أَسْتَشِيرُكَ فَقَالَ هَلْ لَكَ مِنْ أُمٍّ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَالْزَمْهَا فَإِنَّ الْجَنَّةَ تَحْتَ رِجْلَيْهَا

Jahimah pernah datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lalu berkata, “Ya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, aku ingin berperang dan sungguh aku datang untuk meminta pendapatmu.” Beliau bertanya, “Apakah engkau masih memiliki ibu?”Ia menjawab, “Ya.” Maka beliau pun bersabda, “Tetaplah bersamanya karena sesungguhnya surga ada di kakinya.” (HR. Ibnu Majah dan An Nasa’i).

Kelima, dipanjangkan umur dan ditambah rezeki. Di antara keutamaan berbakti kepada kedua orang tua adalah sama dengan keutamaan silaturahim yakni dipanjangkan umur dan ditambah rezekinya.

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُمَدَّ لَهُ فِى عُمْرِهِ وَيُزَادَ لَهُ فِى رِزْقِهِ فَلْيَبَرَّ وَالِدَيْهِ وَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

“Siapa yang ingin dipanjangkan umurnya dan ditambah rezekinya, maka hendaklah ia berbakti kepada kedua orang tuanya dan menyambung silaturahim” (HR. Ahmad)

Keenam, memperoleh ampunan Allah SWT. Berbakti kepada kedua orang tua merupakan salah satu amal yang dengannya Allah mengampuni dosa-dosa seorang hamba.

الْوَالِدُ أَوْسَطُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ فَإِنْ شِئْتَ فَأَضِعْ ذَلِكَ الْبَابَ أَوِ احْفَظْهُ

“Siapa yang mendapati salah satu dari kedua orang tuanya kemudian ia tidak diampuni, maka Allah telah menjauhkannya (dari rahmat)” (HR. Ahmad)

Ketujuh, taat kepada orang tua merupakan bentuk ketaatan kepada Allah.

طَاعَةُ اللَّهِ طَاعَةُ الْوَالِدِ، وَمَعْصِيَةُ اللَّهِ مَعْصِيَةُ الْوَالِدِ

“Taat kepada Allah (salah satu bentuknya) adalah taat kepada orang tua. Durhaka terhadap Allah (salah satu bentuknya) adalah durhaka kepada orang tua” (HR. Thabrani)

Kedelapan, keridhaan Allah ada pada keridhaan orang tua. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya:

رِضَا الرَّبِّ فِى رِضَا الْوَالِدِ وَسَخَطُ الرَّبِّ فِى سَخَطِ الْوَالِدِ

“Keridhaan Tuhan ada pada keridhaan orang tua dan kemurkaan Tuhan ada pada kemurkaan orang tua” (HR. Tirmidzi)

Kesembilan, bentuk taubat kepada Allah SWT. Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu ia berkata:

أَتَى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّى أَصَبْتُ ذَنْبًا عَظِيمًا فَهَلْ لِى مِنْ تَوْبَةٍ قَالَ هَلْ لَكَ مِنْ أُمٍّ. قَالَ لاَ. قَالَ هَلْ لَكَ مِنْ خَالَةٍ. قَالَ نَعَمْ. قَالَ فَبِرَّهَا

Seorang laki-laki datang menghadap Nabi lalu berkata, “Sesungguhnya aku telah melakukan satu dosa yang sangat besar. Apakah aku bisa bertaubat?” Beliau balik bertanya, “Apakah engkau masih memiliki ibu?” ia menjawab, “Tidak.” Beliau bertanya lagi, “Apakah engkau masih memiliki bibi (saudari ibu)?”ia menjawab, “Ya.” Maka beliau bersabda, “Maka berbaktilah kepadanya.” (HR. Tirmidzi)

Kesepuluh, salah satu tiket menuju surga. Berbakti kepada kedua orang tua merupakan tiket menuju surga. Dalam hadits diistilahkan orang tua adalah “ausathu abwaabil jannah” pintu surga yang tengah-tengah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya:

الْوَالِدُ أَوْسَطُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ فَإِنْ شِئْتَ فَأَضِعْ ذَلِكَ الْبَابَ أَوِ احْفَظْهُ

“Orang tua adalah paling pertengahan dari pintu-pintu surga. Jika kamu mau, sia-siakanlah pintu itu (kau tidak mendapat surga) atau jagalah ia (untuk mendapatkan pintu surga itu).” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Itulah kesepuluh keutamaan berbakti kepada orangtua yang bisa kita lakukan untuk mendapatkan pahala yang besar di sisi Allah Azza wa Jalla.

berbakti kepada orang tua

MAU WAKAF ATAS NAMA ORANG TUA? Klik Link Ini

Anjuran Berbakti kepada orangtua dalam Al Quran

Pengertian dalam al Quran dalam berbakti kepada orang tua dikenal dikenal dengan istilah “Birrul walidaini” yaitu ihsan atau berbuat baik dan bakti kepada orang tua dengan memenuhi hak-hak kedua orang tua serta menaati perintah keduanya selama tidak melanggar syariat.

Hukum bakti kepada orang tua wajib ‘ainiy (mutlak) sedangkan durhaka kepada keduanya haram.

Bagaimana cara berbakti kepada orang tua menurut Al-Qur’an?

Untuk berbakti kepada orang tua, Islam telah memberikan petunjuk, setidaknya ada lima hal yang dapat kita lakukan sebagai anak untuk berbakti kepada orangtua.

Pertama, jangan berkata dengan Perkataan “Ah”. Perkataan “ah” ini lebih familiar dengan “menolak” perintah orang tua sehingga ketika seorang anak berkata “ah” termasuk suatu dosa kepada orang tua apalagi, membentak, memukul, atau hal lainnya yang lebih kejam. Dalilnya adalah surat Al Isra’ ayat 23 berikut ini:

وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا . وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنْ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا .الإسراء 23- 24

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (Al Isra(17):23)

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (Al Isra(17):24)

Kedua, berbuat baik (memperlakukan) keduanya dengan baik. Hal ini sesuai dengan surat al an’am 151 yang menyebutkankan bahwa perintah berbuat baik kepada orangtua adalah perintah kedua setelah Allah melarang manusia mempersekutukan-Nya dengan yang lain.

قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا .الأنعام : 151

yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, (Al-An’am 151).

وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ  

 

Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (TQS. surat Lukman ayat 15)

Jasa orang tua terutama ibu diungkapkan dalam suatu ayat Al-Qur’an, dimana seorang ibu rela berkorban dalam mengandung anaknya, kemudian menyusuinya. Semua jasa orang tua di kala anak masih kecil dan lemah perlu diingat dan dikenang untuk selamanya.

وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنْ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (Surat Lukman ayat 14)

Ketiga, Tawadhu’ (rendah hati). Tidak boleh kibr (sombong) apabila sudah meraih sukses atau memenuhi jabatan di dunia, karena sewaktu lahir, kita berada dalam keadaan hina dan membutuhkan pertolongan, kita diberi makan, minum, dan pakaian oleh orang tua.

Keempat, Memberi infaq (shadaqah) kepada kedua orang tua. Pada hakikatnya semua harta kita adalah milik orang tua. Oleh karena itu berikanlah harta itu kepada kedua orang tua, baik ketika mereka minta ataupun tidak.

Kelima, Mendo’akan kedua orang tua. Salah satu tanda kita adalah anak yang sholeh-sholehah adalah mendo’akan orangtua kita. Oleh karena itu mendoakan kedua orangtua harus kita lakukan minimal 5 kali dalam sehari, yakni setelah sholah 5 waktu. Di antaranya dengan do’a berikut:

رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِيْ صَغِيْرًا

Ya Allah, ampunilah aku dan kedua orang tuaku, serta berilah rahmat kepada keduanya, sebagaimana mereka mendidikku di waktu kecil.”

Seandainya orang tua masih berbuat syirik serta atau menyimpang dari sunnah, kita tetap harus berlaku lemah lembut kepada keduanya, dengan harapan agar keduanya mau menerima kebenaran.

 

Bagaimana cara berbakti kepada orangtua yang telah meninggal?

Berbakti kepada orangtua masih dapat dilakukan meskipun beliau berdua telah meninggal. Berikut ini perbuatan yang harus kita lakukan sebagai anak untuk mendapatkan pahala birrul walidayn yang sangat besar sebagaimana yang telah di sebut diatas.

  1. Meminta ampun kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan taubat nashuha (jujur) bila kita pernah berbuat durhaka kepada keduanya di waktu mereka masih hidup.
  2. Menshalatkannya dan mengantarkan jenazahnya ke kubur.
  3. Selalu memintakan ampunan untuk keduanya setelah selesai sholat.
  4. Membayarkan hutang-hutangnya.
  5. Melaksanakan wasiat sesuai dengan syari’at.
  6. Menyambung silaturrahim kepada orang yang keduanya juga pernah menyambungnya.
  7. Bersedekah (wakaf) dengan meniatkan pahalanya untuk kedua orang tua kita yang telah meninggal.

7 Amalan saat kedua orangtua kita meninggal  yang disebut diatas, no 6 dan 7 yang jarang dilakukan padahal amalan tersebut sangat dianjurkan. Apalagi amalan bersedekah (wakaf) untuk kedua orang tua kita yang pahalanya Insya Allah sampai kepada keduanya.

 

MAU WAKAF ATAS NAMA ORANG TUA? Klik Link Ini

Keunikan Wakaf dibanding Zakat dan infak yang lain

Da’i mantan rocker Ustadz M Khoir Hari Moekti menjelaskan keunikan wakaf dibanding zakat dan infak yang lain. “Wakaf berbeda dengan zakat, berbeda pula dengan infak sedekah, wakaf itu unik,” Menurut beliau keunikan wakaf dibandingkan dengan zakat dan infak serta sedekah sebagai berikut:

  1. Zakat meskipun hukumnya wajib, hanya dapat dilakukan setahun sekali dan diberikan kepada delapan golongan yang berhak menerima zakat. “Sedangkan wakaf, seperti umumnya sedekah, bisa dilakukan sesering mungkin dan dapat diberikan kepada orang yang berada di luar delapan golongan tersebut,”.
  2. Harta wakaf hanya berhak menggunakan dan memanfaatkan harta wakaf tersebut tanpa berhak memilikinya. Berbeda dengan zakat yang boleh dimiliki individu dan di perjual belikan.
  3. Muslim yang berwakaf bukan saja mendapatkan pahala saat memberikan wakaf, tetapi akan terus mendapat kucuran pahala selama benda yang diwakafkannya dimanfaatkan orang lain meskipun pewakaf tersebut sudah meninggal dunia.
  4. Pahala wakaf bisa dihadiahkan untuk kedua orangtua yang meninggal maupun yang belum.

Keunikan poin yang keempat inilah yang dapat dijadikan sebagai salah satu amalan kita sebagai serorang anak untuk berbakti kepada orangtua. Wakaf hukumnya sunah dan merupakan salah satu sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT yang sangat disukai dan dianjurkan dalam Islam. Menurut Imam Asy Syafi’iy, wakaf merupakan kekhususan bagi umat Islam dan belum pernah dikenal pada masa jahiliyah.

Berwakaf merupakan kebiasaan Nabi Muhammad SAW dan para sahabat serta shalafush shalih. Harta yang boleh diwakafkan adalah setiap harta mubah yang dapat diambil manfaatnya serta tidak mudah/cepat rusak atau langsung habis jika dimanfaatkan.

Apakah pahala sedekah (wakaf) akan sampai kepada orangtua yang sudah meninggal?

Mungkin masih ada perdebatan tentang hal ini, berikut ini dalil yang menguatkan dan menyakinkan bahwa pahala sedekah (wakaf) itu sampai kepada mayit.  Dalam Al Qur’an surah al Hasyr ayat 10 yang artinya:

“…Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami…”

Dari Abu Hurairah rodliyallahu anhu: “Bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Saw: “Sesungguhnya ayahku sudah wafat, dia meninggalkan harta dan belum diwasiatkannya, apakah jika disedekahkan untuknya maka hal itu akan menghapuskan kesalahannya? Rasulullah Saw menjawab: Ya” (HR. Muslim)

Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, ia berkata : Bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada baginda Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam: “Sesungguhnya ibuku wafat secara mendadak, aku kira dia punya wasiat untuk sedekah, lalu apakah ada pahala baginya jika aku bersedekah untuknya? Beliau menjawab: “Na’am (ya), sedekahlah untuknya” (Mutafaqqun ‘alaih)

Dari Sa’ad bin ‘Ubadah rodliyallahu ‘anhuma, Ia berkata: Aku berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku wafat, apakah aku bersedekah untuknya? Beliau menjawab: Ya. Aku berkata: Sedekah apa yang paling afdhal? Beliau menjawab: mengalirkan air, jawab Rosulullah” (HR. An Nasa’i dan Ibnu Majah)

Imam Nawawi rohimahullah berpendapat, bahwasanya bersedekah atas nama mayit ini bisa memberi manfaat kepada mayit dan pahala sedekahnya bisa sampai padanya, dan demikianlah sesuai dengan kesepakatan para ulama, dan juga ulama bersepakat atas sampainya doa, membayar hutang yang telah terwarid di dalam kesemuanya. Dan sah juga menghajikan haji atas mayit apabila hajinya itu haji islam dan begitu juga sah apabila mayit mewasiyatkan agar dihajikan dengan haji sunnah, ini menurut pendapat yang lebih shah menurut kami. Dan ulama berbeda pendapat di dalam masalah puasa, apabila seseorang mati dan dia masih mempunyai tanggungan puasa, maka pendapat yang rojih (unggul) itu bolehnya berpuasa atas nama mayit karena adanya hadits-hadits yang shohih, dan yang masyhub di madzhab kami bahwa bacaan alquran tidak sampai pahalanya kepada mayit, dan berkata sekelompok ashab kami bahwa pahala bacaan alquran bisa sampai kepada mayit, dan dengan pendapat sampainya pahala bacaan alquran, imam Ahmad bin Hanbal telah berpendapat. Adapun sholat dan semua bentuk amal keta’atan maka menurut pendapat kami dan pendapat jumhur ulama pahalanya tidak sampai kepada mayyit, dan imam Ahmad berkata, pahala semua bentuk keta’atan bisa sampai kepada mayyit sebagaimana pahala haji.

Penjelasan dalil yang “sepintas” bertentangan.

Lantas bagaimana hubungan hadits diatas dengan ayat yang menyatakan bahwa seseorang tidak akan menaggung beban orang lain? dan juga hadits Masyhur yang menyatakan amal anak adam terputus setelah ia meninggal dunia?

Bagi ahli fiqih, pasti sering sekali mendengar hujjah ayat dari surat An-Najm ayat 39 ini:

وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى

” …Bahwa seseorang tidak akan memikul dosa orang lain dan bahwasanya tiada yang didapat oleh manusia selain dari yang diusahakannya”.

Mengenai ayat diatas seorang shahabat Nabi, Ahli tafsir pada zaman Nabi yang sangat mulya, yang pernah didoakan secara khusus oleh Nabi agar pandai menakwilkan al Qur’an yakni Ibnu Abbas rodliyallahu ‘anhuma berkata: “Ayat tersebut telah dinasakh (dibatalkan) hukumnya dalam syariat kita dengan firman Allah SWT: “Kami hubungkan dengan mereka anak-anak mereka”, maka dimasukanlah anak ke dalam surga berkat kebaikan yang dibuat oleh bapaknya” (Tafsir Khazin, IV/213)

Firman Allah yang dikatakan oleh Ibnu Abbas rodliyallahu anhu sebagai penasakh atau pengganti surat an-Najm ayat 39 itu adalah sebagai berikut: “Dan orang-orang yang beriman dan anak cucu mereka mengikuti mereka dengan iman, maka kami hubungkan anak cucu mereka itu dengan mereka dan tidaklah mengurangi sedikitpun dari amal mereka. Tiap-tiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya”. (At-thur :21)

وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَٱتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُم بِإِيمَٟنٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَآ أَلَتْنَٟهُم مِّنْ عَمَلِهِم مِّن شَىْءٍۢ ۚ كُلُّ ٱمْرِئٍۭ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌۭ

Ibnu Taimiyah berkata dalam menfasirkan ayat diatas: “Allah tidak menyatakan bahwa seseorang tidak bisa mendapat manfaat dari orang lain, Namun Allah berfirman, seseorang hanya berhak atas hasil usahanya sendiri. Sedangkan hasil usaha orang lain adalah hak orang lain. Namum demikian ia bisa memiliki harta orang lain apabila dihadiahkan kepadanya. Begitu pula pahala, apabila dihadiahkan kepada si mayyit maka ia berhak menerimanya seperti dalam solat jenazah dan doa di kubur. Dengan demikian si mayit berhak atas pahala yang dihadiahkan oleh kaum muslimin, baik kerabat maupun orang lain” (Majmu’ Fatawa, 24/366)

Berkata Iman Syaukani dalam kitabnya: (ayat) “Tidak ada seseorang itu…” Maksudnya tidak ada dari segi keadilan (min thariqil adli), adapun dari segi karunia (min thariqil fadhli), maka ada bagi seseorang itu apa yang tidak dia usahakan. (Nailul Authar, IV/ 102)

Kemudian bagaimana penjelasan dengan hadits nabi muhammad SAW yang artinya: “Apabila seorang manusia meninggal maka putuslah amalnya, kecuali tiga hal : Sedekah jariyah, anak yang shalih yang mendo’akannya atau ilmu yang bermanfaat sesudahnya” (HR. Abu Daud)

Jawaban :

Dalam hadits tersebut tidak dikatakan inqata intifa’uhu (terputus keadaannya untuk mendapat manfaat) tetapi disebutkan inqata ‘amaluhu (terputus amalnya). Adapun amalan orang lain yang masih hidup maka itu adalah milik orang yang mengamalkannya, jika dia menghadiahkannya kepada muslim yang sudah meninggal, maka akan sampailah pahala orang yang mengamalkan itu kepadanya. Jadi yang sampai itu adalah pahala orang yang mengamalkan bukan pahala amal muslim yang sudah meninggal itu itu. (Syarh Thahawiyah : 456)

Kesimpulannya, bahwa berdoa dan bersedekah bagi arwah seorang muslimin baik yang dilakukan oleh anaknya ataupun bukan adalah masyru’ (disyariatkan), dan pahalanya akan sampai bila dilakukan dengan ikhlas. Wallahu ‘alam bisshawab.

MAU WAKAF ATAS NAMA ORANG TUA? Klik Link Ini